MINGGU PASKAH VI TAHUN C 2016
Kesetiaan itu mudah diucapkan namun perlu proses dalam melakukannya. Karena untuk menjadi setia perlu sebuah komitmen dari dan di dalam diri sendiri. Kesetiaan itu akan mampu kita miliki apabila kita berani menyunat hati dari berbagai hal yang dapat menodai atau merusak dasar kesetiaan; yang akhirnya menjauhkan kita dari keselamatan. Selain itu kita perlu mengenakan Roh Kudus Allah dalam membangun pondasi kesetiaan iman. Dengan melibatkan Roh Kudus, hati akan tetap merasa damai dan hidup terasa tanpa beban walau kesetiaan sedang diuji.
Dengan bimbingan dan tuntutan Roh Kudus pula kita akan dimampukan mengambil keputusan dan komitmen yang mendamaikan diri sendiri dan mereka yang ada di sekitar kita. Sehingga dengan keputusan dan komitmen itu semua orang mendapatkan bagiannya tanpa merugikan siapapun (bdk. Kisah Para Rasul 15:1-2.22-29).
Hati dan diri kita merupakan Bait Allah yaitu tempat Allah bersemayam. Maka sebagai umat beriman, perlu bagi kita menjaga kesetiaan iman agar hati kita tetap kudus dan tak bernoda, sehingga Allah yang bersemayam di dalam hati mencurahkan damai sejahtera-Nya. Salah satu yang menjadi tonggak dalam membangun kesetiaan iman adalah kembali kepada ajaran para rasul atau magisterium. Sebab merekalah yang pertama kali didirikan oleh Roh Kudus yang dinamai Gereja dan mendapatkan pengajaran tentang kebenaran iman yang kita miliki. Itulah yang dinamakan Gereja Apostolik atau Gereja Para Rasul (bdk. Wahyu 21:10-14.22-23).
Dasar pokok dalam membangun kesetiaan iman adalah Sabda Allah. Kalau kita mengakui diri mengasihi Allah, maka sudah sepantasnya kita pun mendengarkan Sabda-Nya, menepati Sabda-Nya dan dengan setia melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Karena Allah itu Sabda, maka kalau kita dengan tekun mendengarkan Sabda dan dengan setia pula melaksanakannya, berarti sama halnya kita setia kepada Allah Sumber Damai hidup kita (bdk. Yohanes 14:23-29). (P. Dedy.S)
No comments:
Post a Comment