MINGGU BIASA IV TAHUN C 2016
Kita sering mendengarkan kata “ Perutusan “ lalu terjebak kepada pemahaman bahwa tugas perutusan itu adalah tugas Paus, Uskup, Imam, Diakon dan para biarawan biarawati. Padahal sesungguhnya tugas perutusan itu adalah tugas kita semua. Sejak dibaptis kita mendapatkan TRI TUGAS KRISTUS yaitu Imam, Nabi dan Raja. Sebagai Imam, kita bukan hanya sanggup memimpin doa-doa, melainkan memiliki kesanggupan dalam mempersembahkan diri sendiri bagi Tuhan dan sesama (Liturgia); Sebagai Nabi, kita diutus untuk mewartakan belaskasih Allah (Kerygma), memberikan kesaksian hidup kita (Martyria) tentang kebaikan Allah di dalam tugas pelayanan kita (Diakonia) entah di keluarga ataupun di masyarakat; Sebagai Raja, kita diutus untuk menggerakkan siapapun untuk tinggal di dalam persekutuan (Koinonia) termasuk diri sendiri dan anggota keluarga kita. Sumber tugas perutusan kita yaitu Allah Sang Maha Rahim dengan tugas yang sama yaitu membawa belaskasih Allah kepada siapapun dan dimanapun dengan segala konsekuensinya (Bdk. Yeremia 1:4-5.17-19).
Hanya dengan cinta kasih kita akan dimampukan oleh Allah untuk melaksanakan tugas perutusan tersebut. Tanpa cinta kasih Allah, diri kita tidak akan mampu berbuat apa-apa. Untuk dapat tumbuh, hidup dan memiliki cinta kasih Allah, diri kita harus terlebih dahulu memiliki iman akan Allah di dalam hati. Sebab dari iman itulah akan tumbuh sebuah harapan akan belaskasih Allah di dalam hidup dan segala tugas yang kita laksanakan. Sehingga ketika aneka kesulitan datang menimpah, maka cinta kasih akan mengalahkan segalanya (Bdk. I Korintus 12:31-13:13).
Tugas perutusan diri kita bukan untuk orang-orang yang sepaham, seiman, sesuku dan sebagainya; melainkan untuk semua orang dari segala lapisan dan golongan; agar semua orang dapat mengalami belaskasih Allah (Bdk. Lukas 4:21-30). Semua tugas perutusan itu harus dimulai dari diri sendiri, lalu keluarga dan selanjutnya masyarakat yang kita jumpai dimanapun berada. (P. Dedy.S)
No comments:
Post a Comment