Saturday, October 29, 2016

MINGGU BIASA XXXI TAHUN C 2016

BAHASA PERTOBATAN

Kalau dosa dimengerti sebagai putusnya relasi atau hubungan manusia dan Allah, manusia dan sesamanya, manusia dan lingkungannya serta manusia dengan dirinya sendiri, maka pertobatan berarti mengembalikan atau terjalinnya kembali relasi komunikasi yang telah putus dan rusak itu. Allah membuat manusia bertobat dengan berbagai cara seperti: teguran, bencana, musibah, dan ragam kesulitan. Melalui semuanya itu Allah tidak bermaksud membenci manusia, melainkan mencintainya. Karena melalui semuanya itu pula, manusia dapat tersadarkan dan kembali berharap akan belaskasih Allah. Pertobatan akan terjadi jika di dalam diri manusia timbul kesadaran dan niat untuk menjadi lebih baik (lihat. Kebijaksanaan 11:22-12:2).


Dengan membangun niat pertobatan, manusia dilayakkan oleh Allah dan mengalami belaskasih-Nya. Tanpa persekutuan dengan Allah, manusia kehilangan daya, karunia, rahmat dan menjauhkan hidupnya dari Allah. Dengan pertobatan, selain pekerjaan disempurnakan dan segala yang telah hilang  itu diperolehnya kembali, kesatuan antara Allah dan manusia kembali dipulihkan. Sehingga Allah dimuliakan dalam diri manusia dan manusia tinggal di dalam Allah (lihat. 2 Tesalonika 1:11-2:2). 

Bahasa pertobatan itu diawali dengan membangkitkan kerinduan untuk bertemu dengan Allah. Dari sinilah niat pertobatan itu terlahirkan. Kedua, mempersilahkan dan membiarkan Allah masuk ke dalam bilik hati. Di sinilah letak tanda penyerahan diri secara total kepada Allah dan segenap belaskasih-Nya. Pada tahap ini, Allah mengampuni dosa yang telah diperbuat. Ketiga, membuat silih atau aksi dari bentuk pertobatan yang dilakukan. Karena dengan aksi atau silih, menunjukkan kesungguhan hati bahwa diri manusia itu bertobat. Sebab pertobatan itu sebaiknya tercetus dalam perbuatan, tidak cukup hanya perkataan saja. Silih itu sendiri sebagai tanda atau bentuk perwujudan denda atas dosa (lihat. Lukas 19:1-10). (P. Dedy. S).

No comments:

Post a Comment