KEWASPADAAN DAN KESIAPAN HATI
Selama manusia hidup tidak akan
terlepas dari dua hal yaitu: kondisi untung dan malang, kondisi baik
dan berbahaya. Melalui kedua kondisi tersebut sesungguhnya Allah ingin
mengajarkan sesuatu kepada kita yaitu kesetiaan kepada-Nya. Karena itu
Allah berkali-kali menyerukan kepada kita agar terus waspada dan
memiliki kesiapan hati. Karena di dalam kedua kondisi tersebut Allah
tetap menyertai dan melawati umat-Nya,
oleh sebab cinta kasih-Nya. Maka, sudah sepantasnya dalam kondisi apapun
kita tetap bersyukur kepada Allah (bdk. Kebijaksanaan 18:6-9).
Kewaspadaan dan kesiapan hati bukanlah didasarkan secara fisik,
melainkan didasarkan atas iman dan harapan. Iman itu sendiri bukan
sekedar kepercayaan kita kepada Allah, justru menjadi tanda tanggapan
kita atas cinta kasih dan wahyu Allah. Iman itu anugerah cuma-cuma dari
Allah, maka perlu diwujudnyatakan bukan disimpan.
Hanya iman dan harapan yang akan memampukan diri kita untuk tetap setia kepada Allah dalam kondisi apapun. Hidup adalah peziarahan menuju persekutuan dengan Allah. Keuletan, ketekunan dan kesabaran merupakan keutamaan yang mampu menopang peziarahan tersebut. Keutamaan tersebut lahir berkat iman. Maka siapapun yang bertahan di dalam imannya, akan memperoleh pujian dan kemuliaan dari Allah (bdk Ibrani 11:1-2.8-19).
Kewaspadaan dan kesiapan hati perlu juga kita kenakan dalam segala bentuk pelayanan dan karya kita. Dengan kewaspadaan, kita akan dijauhkan dari segala bentuk ketamakan terhadap harta dan perkara duniawi, sehingga kita dimampukan untuk membangun sikap UGAHARI. Dengan kesiapan hati, kita akan diutus menjadi perpanjangan tangan Allah bagi sesama, sekaligus dijauhkan dari segala keterlenaan oleh sebab pujian yang diberikan kepada kita; hal ini untuk menghindari agar diri kita tidak terjatuh ke dalam kesombongan diri. Kesiapan hati merupakan bentuk dari usaha penyangkalan diri. Itulah 2 sikap yang dituntut sebagai anak-anak Allah (bdk. Lukas 12:32-48). (P. Dedy. S)
Hanya iman dan harapan yang akan memampukan diri kita untuk tetap setia kepada Allah dalam kondisi apapun. Hidup adalah peziarahan menuju persekutuan dengan Allah. Keuletan, ketekunan dan kesabaran merupakan keutamaan yang mampu menopang peziarahan tersebut. Keutamaan tersebut lahir berkat iman. Maka siapapun yang bertahan di dalam imannya, akan memperoleh pujian dan kemuliaan dari Allah (bdk Ibrani 11:1-2.8-19).
Kewaspadaan dan kesiapan hati perlu juga kita kenakan dalam segala bentuk pelayanan dan karya kita. Dengan kewaspadaan, kita akan dijauhkan dari segala bentuk ketamakan terhadap harta dan perkara duniawi, sehingga kita dimampukan untuk membangun sikap UGAHARI. Dengan kesiapan hati, kita akan diutus menjadi perpanjangan tangan Allah bagi sesama, sekaligus dijauhkan dari segala keterlenaan oleh sebab pujian yang diberikan kepada kita; hal ini untuk menghindari agar diri kita tidak terjatuh ke dalam kesombongan diri. Kesiapan hati merupakan bentuk dari usaha penyangkalan diri. Itulah 2 sikap yang dituntut sebagai anak-anak Allah (bdk. Lukas 12:32-48). (P. Dedy. S)
No comments:
Post a Comment